Minggu, 03 Juni 2012

Jenis Folklor

Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
 
a. Folklor Lisan

Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang meliputi sebagai berikut:

    (1) bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis;
    (2) ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran;
    (3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
    (4) sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;
    (5) cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
    (6) nyanyian rakyat, seperti “Jali-Jali” dari Betawi.


b. Folklor sebagian Lisan

Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), meliputi sebagai berikut:

    (1) kepercayaan dan takhayul;
    (2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
    (3) teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;
    (4) tari rakyat, seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
    (5) adat kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;
    (6) upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
    (7) pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.


c. Folklor Bukan Lisan

Folklor ini juga dikenal sebagai artefak meliputi sebagai berikut:

    (1) arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
    (2) seni kerajinan tangan tradisional,
    (3) pakaian tradisional;
    (4) obat-obatan rakyat;
    (5) alat-alat musik tradisional;
    (6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
    (7) makanan dan minuman khas daerah.

D. Fungsi Folklor

Adapun fungsi folklor, yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
c. Sebagai alat pendidik anak.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

Sebagaimana telah dikemukakan, manusia praaksara telah memiliki kesadaran sejarah. Salah satu cara kita untuk melacak bagaimana kesadaran sejarah yang mereka miliki ialah dengan melihat bentuk folklor. Bentuk
folklor yang berkaitan dengan kesadaran sejarah adalah cerita prosa rakyat. Termasuk prosa rakyat antara lain mite atau mitologi dan legenda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar